Langsung ke konten utama

Ironi Negeri Beras


Khudori, Ironi Negeri Beras, Yogyakarta: Insist Press, Juni 2008, x+366 halaman termasuk indeks


Beras dalam Pergulatan Politik


Beras dan politik seperti tidak ada sangkut pautnya. Beras adalah bahan pangan kita, sementara politik adalah alat perjuangan untuk mendesakkan kepentingan tertentu. Beras sangat konkrit, sedangkan politik sangat absurd. Akan tetapi dalam jalinan pergulatan kebudayaan rakyat kontemporer, dua kata itu menjadi mesra seperti pasangan suami istri.

Dalam sejarah negara Indonesia , beras dan politik selalu mengemuka. Di masa Orde Baru politik beras yang bergulir adalah swasembada beras –saking berlimpah sempat diekspor--, beras murah, dan petani tetap makmur. Sementara pasca reformasi politik beras yang bergulir beras langka, beras mahal, tetapi petani tidak makmur. Bahkan jutaan produsen beras (petani) terlilit dalam kemiskinan. Aneh. Tetapi kenyataan perberasan kita dewasa ini demikian adanya. Adakah yang salah dengan perberasan kita? Buku Ironi Negeri Beras ini mencoba mengulitinya.

Beras menjadi pangan penting tak lain karena bertalian dengan karakterisktik uniknya. Seluruh bagian beras bisa dimakan. Selain mengandung karbohidrat yang mudah dicerna, beras juga mengandung vitamin dan mineral penting. Teknologi pemrosesan, pengolahan, dan penyimpanannya mudah. Beras/padi bisa tumbuh mulai di daerah tropis sampai subtropis. Di dataran rendah hingga dataran tinggi. Beras bisa pula dibudidayakan baik secara tradisional maupun dengan teknologi mekanis. Selain itu varietasnya pun beraneka ragam, terdapat 90.000 varietas yang dikenal.

Bagi negara-negara kawasan Asia , beras merupakan komoditas yang penting dan strategis. Letak penting dan strategis beras bukan saja karena sebagian beras komoditas pangan ini diproduksi dan dikonsumsi di Asia , tetapi karena beras juga menjadi sumber devisa dan gantungan hidup jutaan rumah tangga petani. Dibandingkan dengan jenis serelia lainnya, seperti kentang dan jagung, beras merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia. Tidak banyak komoditas serelia lain yang memiliki posisi maha penting seperti beras (hlm. 19).

Beras dan Politik

Lalu bagaimana masalah beras dengan politik? Menurut Khudori, karena masalah pangan (baca: beras) berkait dengan keamanan rakyat. Sayangnya tidak ada catatan klasik di negeri ini yang menyebut pangan sebagai hal strategis sejak dari Kitab Pararaton, Negara Kertagama, Nitiprojo, Sutasoma, dan sebagainya yang berisi persoalan beras. Yang mempersoalkan pangan biasanya elite yang menempatkan pangan sebagai bagian penting dari instrumen politik yang dikaitkan dengan kekuasaan semata-mata. Karena pangan merupakan instrumen yang dipakai oleh rakyat.

Beras atau jagung atau lainnya jarang dianggap sebagai instrumen paling legitimatif untuk memperoleh loyalitas rakyat. Padahal untuk menjadi penguasa sebenarnya tidak perlu keris atau pedang atau bedil. Cukup dengan pangan, yang bisa membuat rakyat kenyang dan tentram. Itulah yang menjadi landasan pemikiran bahwa ketahanan pangan adalah hal penting. Ia tak kalah penting dibandingkan bahaya teroris, yang dianggap sebagai ancaman serius bagi keamanan, yang kini jadi wacana nasional dan global. Kalau kita mempergunakan isu pangan di Indonesia , misalnya roti atau mi instant yang kita makan sehari-hari sudah dicampuri bahan tertentu yang tidak halal, pasti runyam (hlm. 206).

Pangan secara harfiah memang bukan politik. Dalam kehidupan sehari-hari, pangan umumnya diperlakukan sebagai bahan-bahan yang diperlukan jasmani agar badan manusia bisa meneruskan keberlangsungan hidup. Tapi di sinilah pangkal persoalannya. Karena merupakan kebutuhan jasmani yang tak terelakkan, maka pangan menjadi barang langka ketika dihadapkan dengan sistem-sistem ekonomi dan politik yang luas. Maka dalam konteks pemaknaan ekonomis, pangan tidak lagi berhenti sebagai materi saja. Melainkan sesuatu yang bersifat menguntungkan, yang memberi keuntungan kepada siapa saja yang menguasainya (hlm. 207).

Namun harap hati-hati. Penguasaan pangan bila tanpa perhitungan bisa menggoncang politik. Maka kekuasaan penting untuk stabilitas pangan. Stabilitas pangan goncang, kekuasaan akan goyang. Ini lebih nyata lagi bagi banyak negara-negara berkembang dan miskin, seperti kondisi Indonesia mutakhir, karena sebagian besar pendapatan masyarakat terserap untuk pembelian pangan. Dalam masyarakat politik seperti itu persoalan pangan bisa menjadi ancaman stabilitas politik yang laten dan sewaktu-waktu bisa meledak.

Pertaruhan negara

Maka bagi Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan, apapun dipertaruhkan oleh negara. Pembangunan infrastruktur diprioritaskan untuk pangan. Irigasi, bendungan, jalan, listrik, jembatan, dan lain-lain. Rakyat digerakkan untuk pangan. Dari sisi produsen usaha tani padi Indonesia melibatkan sekitar 25,4 juta rumah tangga petani atau lebih dari separo jumlah penduduk.

Tidak jauh beda dengan negara-negara Asia lain. Di Thailand, lebih dari 50% tenaga kerja bekerja di sektor pertanian. Dan dari jumlah itu 3,7 juta keluarga atau sekitar 66% merupakan petani padi. Pemerintah di negara-negara di kawasan Asia, seperti Vietnam, Filipina, Cina, India, dan Thailand juga telah mengeluarkan dana jutaan dilar AS untuk membangun sarana dan prasarana.

Buku ini berisi 6 bab utama. Bab 1 sejarah beras. Bab 2 ekonomi beras: dinamika perberasan di Indonesia , kelaparan di tengah kelimpahan beras. Bab 3 beras dan kebudayaan: kebudayaan beras di Indonesia : tidak sekedar ritual dan mitos, kebudayaan sawah. Bab 4 politik beras: peran strategis beras, politik beras di berbagai negara. Bab 5 beras dan perdagangan internasional: Indonesia dalam perdagangan beras internasional, karakterisktik pasar beras dunia. Bab 6 anatomi petani padi: untung besar tapi miskin, wajah petani Indonesia , meningkat dejarat ketimpangan.

Buku penting dibaca bagi pemangku kebijakan pangan nasional. Analisis dan data-datanya cukup mumpuni sebagai pijakan pergerakan memakmurkan rakyat melalui kebijakan pertanian dan pangan. Selain itu, buku ini cocok sebagai buku acuan utama mahasiswa fakultas pertanian.*

Kholilul Rohman Ahmad, Pustakawan Peminat Kebudayaan Tinggal di Magelang, Jawa Tengah

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik, Zaman Kuno hingga Sekarang

Seputar Pertanyaan Filosofis dalam Filsafat Barat Judul buku : Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik, Zaman Kuno hingga Sekarang Penulis : Bertrand Russell Penerjemah : Sigit Jatmiko, Agung Prihantoro, Imam Muttaqien, Imam Baihaqi, Muhammad Shodiq Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet , November 2002 Tebal : xxvi+1110 halaman Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dunia yang kita sebut 'filosofis' dihasilkan oleh dua faktor: pertama, konsep-konsep religius dan etis warisan; kedua, semacam penelitian yang bisa disebut 'ilmiah' dalam pengertian luas. Kedua faktor ini mempengaruhi sistem yang dibuat oleh para filsuf secara perseorangan dalam proporsi yang berbeda-beda, tapi kedua faktor inilah yang, sampai batas-batas tertentu, memunculkan filsafat. Menurut Bertrand Russell, filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahua

Jauharul Muharram di Jawa, Melokalkan Tradisi Islam

TEGALREJO, MAGELANG-Rabu sore ( 9/1/2008 ) usai waktu ashar ketika pukul 16.00 waktu Indonesia bagian barat. Masyarakat di wilayah Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, berduyun-duyun menuju sebuah gedung berhalaman luas di Tepo, Dlimas. Kawasan Tepo tempat mereka berkumpul kurang lebih seluas 1 hektar. Mereka laki-laki dan perempuan, dari anak-anak sampai orangtua. Pakaian yang dikenakan serba putih. Baju, sarung, mukena, jilbab, surban, dan peci. Sekitar 25.000 jamaah. Ada yang datang dari daerah Temanggung, Purworejo, Semarang, dan sekitarnya. Mereka duduk di tikar yang disediakan panitia atau membawa tikar sendiri. Namun banyak jamaah yang datang belakangan tidak kebagian tikar sehingga antar jamaah berjejalan di tikar yang tidak mampu menampung seluruh jamaah secara memadahi. Mereka berkumpul dan berdoa menengadahkan kedua tangan. Doa bersama dipimpin oleh KH Muhammad Sholihun (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hasan, Geger, Girirejo, Tegalrejo Magelang). Doa yang dipanjatkan adalah un

Antropologi Ziarah Kubur

Judul buku : Ziarah dan Wali dalam Dunia Islam Editor : Henri Chambert-Loir & Claude Guillot Penerjamah : Jean Couteau, Ari Anggari Harapan, Machasin, Andree Feillard Penerbit : Serambi Ilmu Semesta, Ecole Francaise d’Extreme-Orient, Forum Jakarta-Paris Cetakan : Pertama, April 2007 Tebal : 588 halaman Antropologi Ziarah Kubur Oleh: Kholilul Rohman Ahmad Buku ini pertama kali terbit dalam bahasa Indonesia yang secara antropologis mengkaji perkembangan tradisi ziarah kubur dan wali dalam komunitas Islam pada masa modern. Di luar polemik ziarah kubur –misalnya, ziarah dicap perilaku takhayul, bid’ah, dan syirik tapi bernilai penghormatan terhadap wali (manusia yang diunggulkan Tuhan)—buku ini memperlihatkan bahwa tradisi ziarah merupakan aspek multidimensi atas perilaku keagamaan manusia yang sangat penting di pelosok dunia. A sal-usul tradisi ziarah di dunia Islam secara detail belum terungkap, namun tidak dapat disangkal, menurut buku ini (hlm. 11), ziarah kubur meminjam tradisi