Langsung ke konten utama

Teknik Sampling Analisis Opini Publik



Judul buku: Teknik Sampling Analisis Opini Publik

Penulis: Eriyanto
Penerbit: LKiS, Yogyakarta

Cetakan: Pertama, Juli 2007
Tebal: xii+350 halaman



Cepat Menghitung Peluang Politik


Pada tanggal 8 Agustus 2007 dalam Pilgub DKI Jakarta perolehan suara Fauzi-Prijanto dan Adang-Dani sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Dengan metode survei tertentu, beberapa lembaga survei seperi LSI dan LP3ES, memprediksi bahwa kemenangan akan diperoleh pasangan Fauzi-Prijanto. Ternyata prediksi itu tidak meleset, hanya berbeda jumlah perolehan suaranya. Itu pun tidak meleset jauh, hanya meleset minus 2 sampai 5 persen suara.

Demikian pula perkiraan atau survei LSI tentang popularitas bakal calon Gubernur Jawa Tengah HM Tamzil. Jauh sebelum pilgub digelar, prediksi popularitas seorang tokoh sudah bisa diukur. Hanya dengan sampel kurang dari 500 warga Jawa Tengah telah bisa diukur popularitas HM Tamzil sebanyak 57% mengungguli bakal calon lain (Suara Merdeka, 16 Juli 2007).

Hanya saja, yang ini kita harus menunggu bukti 1 tahun lagi, apakah HM Tamzil yang terpilih sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Menduga, memperkirakan, atau menganalisis tentang pendapat orang banyak merupakan hal lumrah dalam politik. Hanya saja, dugaan itu berdasarkan imajinasi atau deskripsi data lapangan.

Survei opini publik (polling atau jajak pendapat) saat ini marak dilakukan, baik oleh media, partai politik, LSM, dan sebagainya.
Media kerap menyelenggarakan survei untuk menangkap pendapat masyarakat sebagai salah satu sumber berita. Partai politik melakukan survei untuk menjaring calon pimpinan daerah-nasional dan calon legislatif yang akan diusungnya.

Sementara LSM berbuat demikian untuk membantu meningkatkan partisipasi rakyat. Kegiatan survei seperti ini jarang kita jumpai pada zaman Orde Baru. Buku ini diterbitkan untuk meramaikan penyelenggaraan survei opini publik di Indoinesia dengan mengemukakan berbagai metode untuk memperkuat akurasi hasil survei.


Menurut Eriyanto, ada dua pokok persoalan untuk memperoleh sampel. Pertama, bagaimana metode teknik penarikan sampel. Teknik penarikan sampel yang bagaimana yang bisa menggambarkan representasi masyarakat. Kedua, menentukan jumlah sampel. Berapa jumlah sampel yang ideal sehingga menjamin hasil sampel dan representastif untuk mewakili suara populasi masyarakat yang ada.

Dua pokok persoalan cara penarikan sampel ini menjadi pokok bahasan buku Teknik Sampling Opini Publik (2007) ini.
Survei politik atau survei apapun berbeda dengan sensus. Taruh kata populasi yang diteliti 2 juta orang, misalnya, dalam survei pelaku cukup mengambil 200 orang yang ditentukan berdasarkan kepentingan tertentu, sementara dalam sensus 2 juta orang harus didatangi.

Metodologi survei yang dibahas dalam buku ini dikiaskan dengan mencicipi makanan. Bila kita ingin menduga rasa sekarung jeruk, tentu tidak perlu mengupas semuanya, cukup mencicipi satu buah. Demikian halnya untuk merasakan sayuran sekuali, tidak perlu semangkuk, cukup sesendok kuahnya saja. Dengan 1 buah jeruk dan 1 sendok sayuran kita sudah bisa mendapatkan informasi tentang rasanya yang dapat kita gunakan untuk mengambil keputusan apakah akan makan jeruk dan sayur itu atau tidak. Demikian juga dengan survei opini publik.

Meskipun penelitian menggunakan sampel, sampel itu akan dipakai sebagai alat untuk menduga berapa nilai populasi. Jika dalam survei Partai Golkar, misalnya, memperoleh 50 persen suara, maka dapat diduga dalam Pemilu akan memperoleh 55 atau 45 persen (hlm. 5).
Dengan pendugaan ini, survei popini publik sangat berguna bagi siapapun. Ia bisa digunakan untuk melihat apa yang dipikirkan masyarakat.

Pemerintah membutuhkan data survei opini publik untuk mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat. Partai politik atau elit politik juga membutuhkan data itu agar bisa menyusun strategi politik yang benar.
Tentu saja untuk melakukan pendugaan dengan teknik penarikan sampel harus dilakukan dengan benar (metodologis). Salah satu syarat penarikan sampel adalah harus dilakukan secara acak atau random secara sederhana, sistematis, stratifikasi, klaster, bertahap, atau kewilayahan.

Dengan cara acak semua anggota yang akan didata memperoleh kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Tentang metode survei acak dapat dilihat pada halaman 73 sampai dengan 155.
Buku ini merupakan referensi pertama tentang survei opini publik berbahasa Indonesia karya orang Indonesia dengan referensi beragam.

Buku ini merupakan salah satu kerangka teoretis yang otoritatif dalam wacana analisis sampling di Indonesia, di mana metode-metode yang dibahas di dalamnya telah dipakai di banyak negara dunia yang menganut politik demokratis karena terbukti tingkat penggunaannya yang menyebar.
Buku ini cocok dibaca aktivis politik di LSM, parpol, legislatif, eksekutif, dan akademisi. Sebab buku ini akan berguna membantu kita untuk matang dan penuh perhitungan dalam keikutsertaan dalam sebuah pesta demokrasi.

Kholilul Rohman Ahmad, Peminat masalah politik, General Manager Radio Fast FM Magelang, Jawa Tengah

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik, Zaman Kuno hingga Sekarang

Seputar Pertanyaan Filosofis dalam Filsafat Barat Judul buku : Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik, Zaman Kuno hingga Sekarang Penulis : Bertrand Russell Penerjemah : Sigit Jatmiko, Agung Prihantoro, Imam Muttaqien, Imam Baihaqi, Muhammad Shodiq Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet , November 2002 Tebal : xxvi+1110 halaman Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dunia yang kita sebut 'filosofis' dihasilkan oleh dua faktor: pertama, konsep-konsep religius dan etis warisan; kedua, semacam penelitian yang bisa disebut 'ilmiah' dalam pengertian luas. Kedua faktor ini mempengaruhi sistem yang dibuat oleh para filsuf secara perseorangan dalam proporsi yang berbeda-beda, tapi kedua faktor inilah yang, sampai batas-batas tertentu, memunculkan filsafat. Menurut Bertrand Russell, filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahua

Jauharul Muharram di Jawa, Melokalkan Tradisi Islam

TEGALREJO, MAGELANG-Rabu sore ( 9/1/2008 ) usai waktu ashar ketika pukul 16.00 waktu Indonesia bagian barat. Masyarakat di wilayah Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, berduyun-duyun menuju sebuah gedung berhalaman luas di Tepo, Dlimas. Kawasan Tepo tempat mereka berkumpul kurang lebih seluas 1 hektar. Mereka laki-laki dan perempuan, dari anak-anak sampai orangtua. Pakaian yang dikenakan serba putih. Baju, sarung, mukena, jilbab, surban, dan peci. Sekitar 25.000 jamaah. Ada yang datang dari daerah Temanggung, Purworejo, Semarang, dan sekitarnya. Mereka duduk di tikar yang disediakan panitia atau membawa tikar sendiri. Namun banyak jamaah yang datang belakangan tidak kebagian tikar sehingga antar jamaah berjejalan di tikar yang tidak mampu menampung seluruh jamaah secara memadahi. Mereka berkumpul dan berdoa menengadahkan kedua tangan. Doa bersama dipimpin oleh KH Muhammad Sholihun (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hasan, Geger, Girirejo, Tegalrejo Magelang). Doa yang dipanjatkan adalah un

Antropologi Ziarah Kubur

Judul buku : Ziarah dan Wali dalam Dunia Islam Editor : Henri Chambert-Loir & Claude Guillot Penerjamah : Jean Couteau, Ari Anggari Harapan, Machasin, Andree Feillard Penerbit : Serambi Ilmu Semesta, Ecole Francaise d’Extreme-Orient, Forum Jakarta-Paris Cetakan : Pertama, April 2007 Tebal : 588 halaman Antropologi Ziarah Kubur Oleh: Kholilul Rohman Ahmad Buku ini pertama kali terbit dalam bahasa Indonesia yang secara antropologis mengkaji perkembangan tradisi ziarah kubur dan wali dalam komunitas Islam pada masa modern. Di luar polemik ziarah kubur –misalnya, ziarah dicap perilaku takhayul, bid’ah, dan syirik tapi bernilai penghormatan terhadap wali (manusia yang diunggulkan Tuhan)—buku ini memperlihatkan bahwa tradisi ziarah merupakan aspek multidimensi atas perilaku keagamaan manusia yang sangat penting di pelosok dunia. A sal-usul tradisi ziarah di dunia Islam secara detail belum terungkap, namun tidak dapat disangkal, menurut buku ini (hlm. 11), ziarah kubur meminjam tradisi